Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) tingkat kecamatan baru saja usai, meninggalkan jejak prestasi dan, sayangnya, juga kekecewaan mendalam bagi masyarakat dan lembaga pendidikan di Desa Rensing Bat. Desa yang dikenal memiliki segudang potensi di bidang keagamaan ini, harus puas berada di urutan keempat, tertinggal di bawah Desa Sukarara, Kembang Are, dan bahkan Desa Rensing yang menduduki posisi ketiga.
Kekecewaan ini bukan semata-mata karena hasil, melainkan karena keyakinan yang kuat: Desa Rensing Bat sebenarnya berpotensi besar untuk meraih juara umum.
Silent Leadership dan Hilangnya Surat Ajakan
Masalah utama yang disinyalir menjadi biang keladi kegagalan ini adalah minimnya koordinasi dan sosialisasi dari pihak pimpinan desa. Sejumlah Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPQ), sekolah, dan pondok pesantren di Rensing Bat mengeluhkan sikap Kepala Desa yang terkesan "diam seribu bahasa".
"Kami punya banyak santri dan siswa berprestasi, bukan hanya dari pondok pesantren besar, tapi juga dari TPQ kecil dan sekolah umum. Mereka siap berkompetisi. Tapi bagaimana kami tahu pesertanya harus dikirim ke mana atau kapan batas waktunya? Kami tidak menerima satu pun surat ajakan resmi dari desa untuk mengirimkan perwakilan," ujar salah satu pengelola TPQ yang enggan disebutkan namanya.
Keluhan serupa datang dari berbagai pihak. Tidak adanya surat edaran, rapat koordinasi, atau bahkan kunjungan sosialisasi dari Kepala Desa ke lembaga-lembaga ini, membuat proses penyeleksian dan pengiriman peserta menjadi kacau, bahkan banyak yang terlewat. Sekolah-sekolah terpaksa berinisiatif sendiri mencari informasi, namun seringkali sudah terlambat.
Potensi Melimpah yang Tak Tergali
Padahal, secara historis dan realita, Rensing Bat memiliki sumber daya unggulan yang melimpah. Potensi juara tidak hanya terkonsentrasi di satu titik seperti pondok pesantren.
Di luar ponpes, banyak TPQ dan sekolah formal yang memiliki bibit-bibit unggul di cabang tilawah, tartil, dan tahfiz. Antusiasme orang tua dan tokoh agama untuk mendorong anak-anak mereka berpartisipasi sangat tinggi. Sayangnya, potensi besar ini menjadi sia-sia karena terhambat oleh kebijakan komunikasi internal desa yang mandek.
Sebuah Pertanyaan untuk Masa Depan
Hasil ini, menempatkan Rensing Bat di posisi keempat, seharusnya menjadi tamparan keras dan bahan evaluasi kritis bagi perangkat desa. Entah apa yang dipikirkan oleh Kepala Desa ini, gumam warga.
Sikap pasif dan tanpa inisiatif untuk menggerakkan potensi yang sudah ada adalah bentuk kerugian yang nyata, bukan hanya bagi desa, tetapi bagi anak-anak yang kehilangan panggung untuk menunjukkan prestasi mereka.
MTQ bukan sekadar ajang perlombaan, melainkan simbol semangat keagamaan dan pembinaan generasi muda. Prestasi juara adalah bonus dari pembinaan yang matang dan koordinasi yang solid.
Masyarakat Rensing Bat berharap besar agar di perhelatan MTQ berikutnya, pimpinan desa segera berbenah. Bukti sudah ada, potensi juara umum itu nyata, tinggal bagaimana pimpinan desa mau bergerak dan menyalakan mesin koordinasi, memastikan bahwa setiap mutiara di Rensing Bat mendapatkan kesempatan untuk bersinar.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar